Adiknya Mengesal
Di salah satu kampung terisolasi kaka
beradik mulai hidup sendiri: adik laki-laki Beri dan kaka perempuan Meri
setelah mereka dua ditinggalkan oleh almarhum Bapak Yan dan Ibu Sara yang baru
saja dibawah makan oleh bencana air bah, dimana tepat keduanya mengebarangi sungai
besar yang dekat belang rumahnya menuju ke rumah dari salah satu kebun di hutan
tropis. Kelak Beri yang tidak lama dilahirkan, usia 2 tahun itu ditinggalkan
bersama Meri yang berusia 12 tahun itu di rumahnya.
Di sekitar kampung itu tidak ada orang. Yang adapun di kampung
lain dibelahan gunung terjal yang sulit terjangkau. Kampung-kampungnya dipisahkan oleh gunung
terjal yang besar. Meri itu tidak mengenal orang di luar. Bahkan aktivitas
kotapun asing, termasuk bahasa kota. Kampung itu terletak di salah satu wilayah
terisolasi dekat di lereng gunung terjal sehingga terjadi mendung cepat
menuruti hujan. Di wilayah itu, pada umumnya
terdiri dari beberapa kampung yang berada di pegunungan sehingga
mengenal ikrim tropis. Apabila pergi tamu antar kampung maka harus memakan
waktu yang lama dengan menghadapi bahaya bencana alam maupun binatang liar. Bahasa yang Meri tahu hanya bahasa
lokal yang pada umumnya digunakan oleh orang yang berada kampung-kampung di wilayah
itu.
Meri itu, apa boleh buat kalau dia
harus menanggung mengasuh adiknya itu. Boleh dikatakan Meri harus sebagai orang
tua Adiknya. Meripun tidak mengerah mengasuh adiknya. Meri membesarkan adiknya boleh dikatakan papa.
Mereka dua punya kekayaan yang ditinggalkan kedua orang tua hanya kebun
umbi-an, sayur-an dan buah-an. Juga sebuah rumah yang agak roboh sebagai tempat
tinggalnya. Di kampung itu, sebenarnya pusat hewan liar seperti babi hutan,
kuskus, dan burung besar akan tetapi Meri yang berjenis kelamin perempuan itu
tidak sanggup memenuhi daging hewan yang seperti biasanya mampu didapat oleh
kaum laki-laki itu. Apalagi kalau harus mendapat hewan itu siapkan senjata tradisional
seperti anapana dan busur atau bikin jeratan yang peranannya kaum laki-laki itu.
Bahkan, kampung itu memiliki lahan
yang subur untuk segala jenis tanaman tetapi itupun Meri tidak sanggup apalagi
banyak berbatuan dan pepohonan yang hanya mampu dikerjakan oleh kaum laki-laki
itu. Makanan sehari-harinya hanya umbi-an dan sayur-an dan umbi-an yang ada di kebun, ditinggalkan orang tua itu. Salah satu
komoditi hewan yang mampu terpenuhi Meri hanya udang di salah satu kali
belakang rumahnya. Kalau harus memenuhi udang, Meri tidak tinggalkan adiknya di
rumah sendiri untuk menghindari bahaya menimpa adiknya, sehingga Meri selalu
pikul adiknya yang sebentar lagi sudah besar itu dipunggungnya.
Meri sangat sayang sama adiknya. Semua
beban hidup ini Meri tanggung. Meri yang usianya semakin dewasa itu, tidak
pikir untuk memikirkan cinta, entah ke mana. Bahkan meri tidak pikir untuk
keluar dari kampung terisolasi itu untuk mencari tempat dimana ada orang banyak
sehingga menghilangkan sedikit rasa ketakutan dari bahaya kejahatan yang mudah
menimpanya di kampung itu.
Beruntung. Tidak lama, adiknya
terlihat sudah besar. Memasuki usia 8 Tahun. Sekarang tidak harus pikul di
punggung lagi. Adiknya bisa berjalan sendiri, bahkan jalan-jalan sendiri di
tempat yang jauh. Kakapun membebaskan dia di alam bebas, entah kemana.
Beban hidup merinya sudah ringan. Beban
hidup mereka dua saling melengkapi sesuai dengan fungsinya. Beban hidup Meri hanya
mengurusi fungsinya sebagai kaum perempuan seperti memenuhi umbi-an, sayur-an,
dan buah-an. Sementara, adiknya mampu
menanggupi tugasnya sebagai kaum laki-laki. Beri itu sangat sayang sama Kakanya
Meri. Dia ingin sekali membalas jasa kakanya yang sudah mengasuh hingga
membesarkannya dengan setia. Dia umurnya, masih mudah tetapi gaya berpikir dan
tindakannya sudah memasuki kedewasaan. Dia buka lahan baru untuk berkebun entah
jenis tanaman apa saja. Diapun buat sejenta tradisional: anapana dan busur
sehingga dia mampu berburuh. Setiap hari dia memenuhi daging hewan buruan entah
burung, kuskus maupun babi hutan liar. Semakin lama adiknya semakin kuat
sehingga entah pekerjaan apa dia sanggup. Rumah hunian besarpun sudah jadi.
Mereka dua hidup di kampung terisolasi tetapi hidupnya sangat mewah. Hidupnya
memang lengkap sudah!
Adik Laki-laki itu sudah berumur
18-san tahun. Pada beberapa hari di kampung itu terlihat cerah. Hari yang
berikut adik laki-laki Beri itu memutuskan untuk berburuh di suatu tempat yang
agak jauh dari rumah. Adik itu pada prahari keberangkatanya siapkan segala
perlengkapan kebutuhanya seperti anapana dan busur, rokok, umbia-an, dan bahan
jeratan. Pada sore harinya, kaka perempuan itu siapkan makanan. Bisa katakan
semua bekal kebutuhannya sudah lengakap. Pada hari esok pagi, adiknya pesan ke
pada kaka perempuan itu.
“Kaka, saya berburuh lebih dari
satu hari satu malam jadi, kaka jaga rumah. Dan hari kedua saya akan pulang
dengan hewan buruan, jadi kaka siapkan umbia-an dan sayur-an”, pesan ke pada
kakanya dengan rasah ragu apalagi kali ini dia pergi berburuh agak lama dan
juga jauh. Kakapun bersedia menanggupi
janjinya. “Ok! Hati-hati saja perjalanan”, pesan kakanya juga ke pada adiknya.
Setelahnya, dia pergi entah kemana.
Adik itu, tempat yang dia berburuh dapat hewan buruan banyak dengan cara
jeratan maupun tembakan anapana. Sudah satu hari satu malam. Dia pulang dengan
jenis buruan hewannya. Dia sudah dekat rumah. Dia memandang ke arah rumah, di
sana ada asap, dia yakin saja bahwa di rumah, kakanya sedang masak makanan buat
saya apalagi sesuai dengan perjanjian sebelumnya bahwa hari ini tepat saya
pulang dengan hasil buruan hewan. Dia
memandang dari depan pintu, kakanya lagi masak makanan, di sebelah sampingnya
terlihat ada laki-laki yang umurnya agak
sama, bisa disebut kaka laki-laki. Kaka perempuan itu wajahnya pucat, tidak
seperti sebelumnya. Kaka laki-laki yang baru masuk itu senyum saja. Adik itu
salam sama mereka dua yang ada di dalam rumah itu. “Selamat sore dan permisih”, salam
adiknya.
Anehnya, kaka perempuan itu tidak
bicara apa-apa. Yang meresponnya hanya kaka laki-laki. ”Selamat datang adik, mari masuk”,
kata laki-laki itu dengan senang hati mempersilahkannya.
Sekarang girian bagi makanan yang
Meri masak dari tadi itu. Sayangnya, makanan yang kaka perempuan bagi itupun
tidak kasih sama adik laki-lakinya, malah dia bagi sama kaka laki-laki saja. Pada
saat itu, kaka laki-laki punya bagiannya kasih sama adik laki-laki akan tetapi kaka
perempuan ambil semuanya dengan ungkap kata-kata yang marah. “Saya masak untuk kamukah”, kata marahnya.
Lantas adiknya itu mengesal atas tindakan
kaka perempuan yang hanya dalam waktu singkat mulai kejam itu. Adik laki-laki
itu tergugah mengungkapkan sajak-sajak pengesalannya di depan kaka dua. “Saya bukan siapa, saya adik
satu-satunya yang membawah kemewahan hidup dan kebagiaan kita dengan penuh
kasih sayang. Kau juga kaka perempuan yang pernah membesarkan saya dengan penuh
kasih sayang. Selama ini saya hanya berusaha kebahagian kita atas jasa kaka membesarkan
saya. Bagaikan kota mega diludes badai”.
Kaka perempuan itu
sangat tidak peduli sama adiknya. Besok harinya, kaka perempuan itu ikut sama
kaka laki-laki yang entah kemana. Adiknya, tidak diijinkan oleh kaka
perempuan untuk ikut. Adiknya tinggal dan menangis tidak bertahan di tempat.
“SELESAI”.
Adiknya Mengesal
Reviewed by Unknown
on
22.48
Rating:
Tidak ada komentar: